Mudik Itu Fitrah

   Setiap menjelang lebaran, baik Idul Fitri maupun Idul Adha aktivitas mudik semakin mengakar secara nasional yang menjadi konsumsi utama bagi media massa. Tidak hanya itu,  tradisi mudik ini telah menjadi prioritas utama bagi persoalan pemerintah untuk mencari solusi segala permasalahan terkait dengan membludaknya tingkat kebutuhan transportasi di segala lini yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.


   MUDIK yang merupakan hasil asimilasi verbal lidah orang Jawa yang bermaksud ‘Mau ke Udik’ atau pulang kampung ini, memang telah menjadi sebuah tradisi umum bagi bangsa ini. Tidak lengkap rasanya bagi seorang perantau jika tidak mudik untuk berkumpul bersama keluarga di kedua hari raya besar ini, teruma saat lebaran Idul Fitri menjelang.


Mudik Itu Fitrah


   Adalah sebuah kewajaran, jika perilaku mudik ini menjadi tradisi dan membudaya kemudian karena  masih merupakan bagian lahiriah dari manusia itu sendiri. Dan itu adalah Fitrah.

   Secara mikro, istilah ‘fitrah’ umum dimaknai sebagai kondisi awal penciptaan manusia yang terlahir sebagai manusia yang suci di kala ia masih bayi. “Kullu mauluudin yuuladu alal fitrah” sabda Nabi saw.

   Manusia sering dipanggil atau diingatkan untuk ‘kembali’ ke fitrahnya sebagai manusia suci karena kecenderungan manusia memang sering ingin ‘pergi’ menjauh dari kondisi awal, keadaan asalnya sebagai manusia suci. Segala kesalahan dan dosa yang telah dilakukannya telah menjadikannya ‘pergi’ menjauh dari fitrahnya. Hal ini disebabkan karena selain potensi Ketaqwaan, Allah juga mengilhamkan manusia potensi Kedurhakaan (fujuur) dalam menjalani kehidupannya. “Fa alhamaha fujuuraha wa taqwaha” begitulah kata Alqur’an terkait hal tersebut. Kecenderungan-kecenderungan manusia untuk melakukan sejumlah kekhilafan dan kesalahan yang menjadikannya kerap disebut sebagai mahallul khatha’i atau tempatnya kesalahan karena telah memilih menggunakan lebih banyak dari potensi fujuur tersebut. Potensi-potensi fujuur sifat manusia ini dapat dilihat bagaimana Allah Swt dalam Alqur’an menyebut ‘manusia’ dalam berbagai sebutan tergantung dengan potensi yang melalaikannya tersebut. Secara umum, Alqur’an menyebut manusia sebagai an-nas yang terkait dengan hal baik-buruk yang manusia lakukan. Selain itu manusia kadang juga disebut sebagai al-insan, al-basyar, al-ins, bani adam, zurriyah adam dan al-anam yang secara maknawi tak lain adalah potensi manusia yang cenderung lupa, ingin bergerak (mobile), senang, bersosialisasi, mahkluk biologis dan setrusnya. Sehingga jika manusia tidak dikontrol dengan rambu-rambu agama maka potensinya yang sering lupa, ingin bergerak bebas, menikmati kesenangan serta sebagai mahkluk biologis akan membawanya pergi menjauh dari fitrahnya sebagai manusia suci. Meski begitu, selalu saja ada panggilan-panggilan halus yang senantiasa mengingatkan dari dalam jiwanya yang ingin taubah (kembali) kepada kondisi asalnya yang suci. 



   Begitupun secara makro, Mudik adalah aktivitas taubah yang ingin kembali ke daerah asalnya, rindu kampung halaman tempat dimana ia lahir sebagai bayi yang masih fitrah. Panggilan-panggilan halus selalu ada dalam relung hatinya untuk selalu ingin ‘mudik’ adalah fitrah.    

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Mudik Itu Fitrah"

Posting Komentar

Saya Ansul, sangat Menghargai Komentar dan saran Anda, Thanks!