“Hom
pim pah, Alaiyum (alaihom) gambreng!”. Begitulah sorak anak-anak dengan riang melakukan sebuah permainan.
Tampak dari mereka wajah-wajah yang tulus dalam permainannya. Sadar atau tidak,
permainan ini menganut sistem elektoral yang jitu.
Pemilu(kada)
adalah bagian dari sebuah permainan, permainan politik. Politik merupakan
sebuah permainan adu siasat untuk menang, begitupun orang timur tengah mengenal
politik sebagai as-siasah atau
siasat. Ini tak ubahnya dengan permainan hom pim pah.
Para
perancang sistem elektoral dapat bercermin pada anak-anak kecil dalam
permainan hom pim pah sebagai
sebuah sistem pemilihan. Memang betul proses pemilu(kada) tak semudah
membolak-balikkan tangan seperti permainan hom pim pah, tapi dalam
permainan tersebut memiliki substansi sistem dan nilai-nilai elektoral tangguh
yang patut untuk ditiru. Dengan mantra gambreng, hasilnya pun jreng
(langsung kelihatan). Sifat jujur (fairness) anak-anak sebagai sebuah
nilai dalam bermain bisa menjadi panutan para pemain pemilu(kada)
mendatang tanpa harus bersifat kekanak-kanakan.
Hom
pim pah dimainkan
oleh anak-anak untuk menentukan pilihan siapa yang akan menjadi pemenang (figur)
di antara mereka. Cara penentuan pemenang yang dilakukan anak-anak dengan
metode hom pim pah melahirkan nilai-nilai jujur (mereka terbuka),
adil (semua ambil bagian), cepat (hasilnya langsung kelihatan), langsung
(langsung saat itu juga), bebas (mereka bebas memilih tangan mana
yang akan diunjukkan), serempak (tidak ada kesempatan untuk mengakali
suara), transparan (prosesnya dapat diamati), dan yang terakhir murah
(tidak perlu biaya mahal). Hebatnya,
setelah diperoleh hasil pemenang, mereka spontan bersorak-sorai kegirangan
(tidak saling menuduh atas kecurangan).
Metode
pemilu(kada) yang kita anut selama ini bersifat langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, adil (Luber jurdil), jika dibandingkan dengan
metode hom pim pah yang mengandung nilai jujur, adil, cepat, langsung,
bebas, serempak, transparan, murah - disingkat - jual celana papah (untuk
sementara kita singkatlah begitu), didapati nilai yang tidak ada pada metode hom
pim pah yakni rahasia, karena mereka transparan, terbuka dan hasilnya
langsung kelihatan. Rahasia sangat rentan dengan sesuatu yang ditutup-tutupi
dan disembunyikan, sehingga nilai inilah yang kemudian menjadi celah bagi
pemain untuk disiasati dan dipermainkan.
Nilai
rahasia ini begitu mahal dan memakan waktu yang sangat panjang.
Bayangkan saja, mahal karena dalam perjalanannya yang juga panjang, kerahasiaan
suara ini akan dikawal oleh orang-orang yang nantinya akan diupah. Semakin
panjang waktu perjalanannya maka akan semakin mahal, semakin besar peluang
untuk disiasati dan semakin tidak rahasia lagi.
Seiring
dengan tuntutan jaman, ada indikasi bahwa nilai-nilai luber jurdil dengan
sendirinya akan di-reform oleh nilai-nilai jual celana papah yang
bersifat terbuka. Lihat saja – sebutlah sebagai kaum pembaharu - kemudian muncul
dengan menawarkan sistem elektoral yang mewakili nilai-nilai jual celana papah yang berbasis elektronik
election (e-election). Jika ini benar-benar bisa diterapkan di negara ini
secara maksimal dan friendly used bagi semua kalangan di masa datang,
paling tidak ini akan sangat berjasa mengurangi biaya pemilu yang mahal,
penggelembungan suara, efektifitas dan efesiensi, memangkas panjangnya lead
time, hasilnya pun dapat dilihat dengan cepat. Sudah dapat dibayangkan jika
alat e-election benar-benar diterapkan di Indonesia (tahun 2019). Pada
hari H pemilu seluruh rakyat berkumpul untuk “hom pim pah”,
dengan sekali tekan tombol pilihan, gambreng! Hasilnya pun langsung
tercatat di KPU dan tersiar di TV secara online dan real time.
Ranah
politik mau tidak mau harus mengikuti trend. Kecenderungan trend
masyarakat kita kekinian dalam menentukan pilihan calon pemimpin lebih kepada
kredibilitas figur (apapun alat ukur konstituennya) tanpa melihat apa
partainya, namun figur yang memiliki potensi elektabilitas membutuhkan (juga
dibutuhkan) partai sebagai “kendaraan” tanpa harus mengikuti proses kaderisasi
pedagogis politik partai dari awal. Fungsi partai tidak lagi semata-mata
sebagai pengkaderan figur, tapi juga sebagai rekruitment figur sebagai
tuntutan sistem pemilihan terbuka.
Lembaga
politik partai, sadar atau tidak telah meniru sistem elektoral hom pim pah
dari sudut pandang yang berbeda. Kita bisa melihat orang-orang yang
pernah atau akan ikut bertarung di pemilu(kada), diantara mereka pada awalnya
tidak dikenal sebagai kader atau organisatoris sebuah parpol kemudian tiba-tiba
sudah memiliki “kendaraan” yang merupakan hasil “hom pim pah” internal
partai politik pada figur karena diangggap memiliki potensi elektabilitas
yang tinggi. Partai sudah terjebak dalam
lingkaran politik praktis yang bertujuan hanya untuk menang.
Ini
hanya masalah waktu dan pilihan, kita semua akan terjebak atau menjebakkan
diri dalam permainan ini, karena kehidupan dunia memang hanya sebuah permainan.
“hom pim pah, alaiyum gambreng!” (artinya; dari Tuhan kembali ke Tuhan,
mari kita bermain!).
Belum ada tanggapan untuk "Memilih Figur Pemimpin dengan “Hom Pim Pah”"
Posting Komentar
Saya Ansul, sangat Menghargai Komentar dan saran Anda, Thanks!